Sabtu, 11 Februari 2017

Kebenaran


Ada kisah lucu yang sering diceritakan para sufi. Tentang orang gila. Nun di suatu masa, ada sebuah negara yang damai dan tentram tanpa sekalipun ada pelanggaran hukum. Negara ini dipimpin oleh raja yang bijak bestari serta perdana mentrinya yang cerdas berbudi luhur. Tentu saja para penyihir tak suka dengan kerajaan yang damai tentram. Maka, suatu malam, seorang penyihir menyelinap diam-diam ke sumber air satu-satunya di negara tersebut dan menyebarkan racun kegilaan. 
“Mulai besok semua penduduk negara ini akan gila, dan kerusuhan demi kerusuhan pasti akan muncul”, bisik sang penyihir.

Esok harinya  negara mulai menjadi kacau. Semua rakyat berteriak bahwa raja dan perdana menteri adalah pemimpin yang gila dan harus diturunkan. Raja dan perdana mentri memang belum meminum air sumur tersebut. Kehabisan akal tak tahu harus berbuat apa, raja memerintahkan perdana mentri untuk menyiapkan dua cawan air dan segera meminumnya. Maka rakyatpun tersenyum, mereka mendapatkan rajanya telah sembuh.

Sabtu sore ini hujan, memang paling enak berkhayal-khayal sambil memungut potongan terkahir pisang goreng yang telah diserbu barisan semut. Kebenaran memang sulit dipahami, sama seperti kita bertanya, apakah pisang goreng yang tinggal sepotong itu menjadi hak sekumpulan semut yang telah bekerja keras tak berhenti, atau hak saya, karena saya yang menanam, memanen, dan menggorengnya sendiri.  Tapi, terlintas di pikiran saya, nasehat seorang guru saat saya kehilangan pegangan, “barangkali, hanya orang gila yang bisa bertahan sendirian dengan kebenaran yang diyakininya”. 

Saya memilih tetap gila, dan kepada semut yang kian ramai merubung,  sepotong pisang goreng itu kubagi dua.